Minggu, 06 Desember 2009

Melongok Makam Para Wali di Gunung Santri

Serang -Tidak terasa keringat bercucuran. Hari yang semakin malam dan dingin, tidak mempengaruhi keringat yang terus mengucur, sehingga membuat kuyup baju. Kaki terus dipaksa mencapai puncak bukit yang berada Kampung Gunung Santri, Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Cilegon, Banten.

Walau bentuknya sebuah bukit, sebagian besar masyarakat menyebutnya Gunung Santri. Memang tingginya tak setinggi gunung-gunung lainnya di Banten dan Jawa Barat. Namun, perjalanan menuju puncak sangat melelahkan. Bayangkan, para peziarah harus mendaki melalui tangga yang disemen permanen dan jalur yang

meliuk-liuk sepanjang 600 meter.

Banyak para peziarah menghentikan langkahnya, karena nafas yang mulai tersengal-sengal dan otot kaki mulai mengejang. Itulah sekelumit cerita saat penulis mendatangi Gunung Santri tempatnya bersemayamnya seorang Waliyullah, Syeikh Muhammad Sholeh bin Abdurrohman yang wafat pada tahun 1550 Masehi/958 Hijriah.

Gunung Santri terletak sebelah barat laut pantai utara Banten, dari Kota Serang sekitar 25 Km dan 7 Km dari Kota Cilegon, atau tidak jauh dengan pelabuhan lama Banten. Gunung Santri sebagai salah satu obyek wisata sejarah yang memiliki nilai religius.

Bagi para peziarah, ke makam Sultan Maulana Hasanuddin belum dianggap sempurna bila tidak melanjutkan ziarah ke Makam Syeikh Muhammad Sholeh. Biasanya, para peziarah ramai datang pada bulan Rabiul Awal (Maulid), Syawal (Idul Fitri), menjelang musim haji dan bulan Ramadan.

Keberadaan tempat ziarah di Gunung Santri ini, menjadi salah satu mata pencaharian penduduk setempat. Seperti berdagang makanan, minuman dan suvenir di sepanjang jalan masuk menuju lokasi hingga puncak gunung. Di sekitar lokasi Gunung Santri, beberapa kawasan sudah dikuasai investor dari Jakarta. Pemerintah daerah pun berencana untuk menata lokasi itu.

"Keindahan dan kekeramatan Gunung Santri sebagai obyek wisata yang bernilai religius peninggalan abad ke-XV ini seharusnya diperhatikan," ujar salah seorang penduduk yang ditemui detikRamadan beberapa waktu lalu.

Bagi para santri atau peziarah yang sedang belajar agama, tentunya memiliki makna sendiri dengan keberadaan Gunung Santri, apalagi di puncaknya bersemayam seorang ulama saleh, ulama gunung yang memiliki tingkat dan derajat kewalian.

Seperti dinukilkan sejumlah ulama besar terdahulu yang mengutip ucapan Sayyidina Ali bin Abu Thalib RA bahwa sabar adalah gunung yang tak pernah terguling.

Begitulah, ibarat gunung yang kokoh semasa hidupnya Syeikh Muhammad Sholeh memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dalam berdakwah di wilayah Banten untuk mengawal Sultan Maulana Hasanuddin, Syeikh Muhammad Sholeh dikenal sangat sederhana dan hidup bertani.

Tingkatan ulama semacam ini dikenal sebagian kalangan sebagai ulama Al Karam atau tersembunyi (di desa). Di mana ulama Al Karam ini akan selalu bergantung kepada ulama Al Mahsyur (yang terbuka atau di perkotaan). Saat itu, Syeikh Muhammad Sholeh yang merupakan murid Sunan Gunung Jati adalah pengawal Sultan Maulana Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati).

Selain Makam Syeikh Muhammad Sholeh bin Abdurrohman, di puncak Gunung Santri juga terdapat Makam Syeikh Maulana Malik Isroil. Ulama kelahiran Turki ini diutus Sultan Muhammad I sebagai salah satu anggota Wali Songo periode pertama.

Maulana Malik Isroil bin Abul Hasan Asy Syadzili ini memiliki garis keturunan (nasab) langsung dari Rasullulah Muhammad SAW. Maulana Malik Isroil berdakwah di daerah Cilegon, Banten. Beliau memiliki 3 murid yang diapersiapkan untuk menjadi Raja, yaitu Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Fatah (Demak) dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Maulana Malik Isroil wafat 1435 M dan dimakamkan di puncak Gunung Santri. Selain itu, juga diyakini ada Makam Maulana Muhammad Ali Akbar Ulama dari Persia (Iran) seorang ulama ahli pengobatan dan pertanian yang berdakwah di Jawa Tengah.

Sebenanya di kawasan Banten, Pulau Jawa atau daerah lainnya di Nusantara ini banyak makam-makam ulama hikmah atau ulama gunung yang memiliki ilmu keagamaan yang tinggi. Namun, zaman yang terus berganti, membuat keberadaan mereka seolah dilupakan.

Tidak ada komentar: