Rabu, 30 Desember 2009

Kisah Perjalanan ke Suku Badui


Jum'at 25 Desember 2009,
Kami melakukan Tracking to Badui. Semua peserta khususnya area Cilegon telah berkumpul di Stasiun KA Cilegon tepat Jam 6.00. Sedangkan peserta yang dari Serang berkumpul di Stasiun KA Serang jam 6.30. Tracking ini diadakan tanpa adanya Panitia hanya ada Inisator yang dilakukan oleh teman2 kantorku dan kami bertanggung berjawab bersama dalam hal ini.

Sebelum keberangkatan Aku mengecheck kelengkapan peserta yang ikut dalam tracking ini. Good !! semuanya komplit.
Kereta Api tiba dari merak tepat jam 6.15 dan berangkat jam 6.30. Kami bahagia walau kami mendapatkan Gerbong KA yang berbeda. Tiba di Stasiun Serang, kebahagiaan kami bertambah dengan adanya peserta dari Serang yang naik ke Gerbong kami.
Wah... ramainya suasana gerbong yang ditumpangi oleh kami, maklum kami terdiri dari anak2 muda yang memang senang berpetualang, peserta yang sudah berusia hanya bisa dihitung jari (termasuk aku, hehehe), tapi usia tidak mempengaruhi perjalanan ini, kami tetap enjoy dan bahagia dalam kebersamaan.

Jam 7.00 kami tiba di Rangkas Bitung, sebelum melanjutkan perjalanan ke Badui, kami singgah dulu dirumah seorang teman. Ada yang belanja keperluan untuk selama di Badui, ada yang numpang buang air kecil/besar, ada juga yang hanya istirahat dan bercanda, pokoknya suasana tidak pernah sepi deh....
Tepat Jam 8.00 kami melanjutkan perjalanan ke Ciboleger. Dengan menggunakan transportasi sewa 2 Mobil Elf, kami melanjutkan perjalanan ke Ciboleger.

Wuiich... mobil benar2 padat euy.
Seharusnya mobil diisi sekitar 16 orang, terpaksa kami isi sebanyak @ 21 - 22 orang plus supir. Maklum budget kami perorang hanya @ Rp 110.000,-/peserta, sehingga kami harus melakukan perampingan mobil, hehehe... budget sudah termasuk Transportasi, makan selama di Badui, 2X makan siang selama dalam perjalanan pulang dan pergi ke Badui, penginapan, pengobatan, dll.

Perjalanan yang sangat mengasyikkan, kami dapat menikmati alam yang benar2 sudah lama tidak kami nikmati di kota, perjalanan yang menikung, menanjak, membuat kami berteriak seru juga pemandangan diluar sana yang mana ada yang mandi hanya bertelanjang dada, dll, menambahan keceriaan kami. Sehingga kepenatan dan kesempitan dalam mobil tidak kami rasakan. Hingga jam 11.30 kami tiba di Ciboleger...

Alhamdulillah... kami tiba dengan selamat, walau ada salah satu mobil yang kami tumpangi sampai berasap, mungkin kekurangan air atau saking panasnya pedal gas di injak terus.

Sampai di Ciboleger, kenarsisan kami mulai hadir... kami berfoto di patung selamat datang di Ciboleger, setelahnya kami mencari Rumah Makan untuk makan siang dan sholat dzuhur. Berhubung kami sebanyak 41 orang dan sebelumnya juga kami tidak survey terlebih dahulu saat sebelum kedatangan kami, sehingga kami berpencar untuk makan siang, dan aku mengatur makan siang di 2 rumah makan. Pada 1 rumah makan yang ada, kami sempat berjumpa dengan anak2 muda dari suku Badui Dalam. Aku sempat mengobrol dengan mereka tentang adat dan istiadat disana, mereka anak2 muda yang lugu, ramah dan tampan, mereka benar2 memegang teguh adat istiadatnya, termasuk tentang cinta dan pendidikan. Aku dan teman2 sempat berfoto bersama dengan mereka.

Usai makan siang dan sholat dzuhur, kami berkumpul untuk memulai perjalanan kami ke Suku Badui. Sebelumnya Komandan Tracking kami memberikan wejangan dan apa aja yang harus kami lakukan selama perjalanan dan selama di Badui nanti, setelah kami berdoa bersama dan membuat yel - yel-an " Badui Trip..... ENJOY " yang pada akhirnya di perjalanan yel - yel-an itu berubah menjadi " Badui Trip.... ENDAH ", hehehe... teman2 memang selalu membuat suasana menjadi hidup.


Dengan semangat 45 eh semangat muda, kami melakukan perjalanan ke Badui. Kali ini yang akan kami tuju adalah Desa Barata - Badui Luar, karena kami belum bisa mengukur stamina kami, jadi kami baru bisa merencanakan untuk berkunjung ke Badui luar saja, Badui dalam mungkin next time deh.

Perjalanan yang sangat melelahkan, panasnya cuaca selama diperjalanan tidak mematahkan semangat kami (maklum jam menunjukkan jam 13.45 siang hari). Keceriaan dan kebersamaan membuat kami tetap semangat dalam melakukan perjalanan.

Desa ke desa telah kami lalui... perjalanan banyak menanjak dan menurun membuat benar2 terasa lelah. Ditengah perjalanan, kami di guyur hujan lebat sekali, kami mulai mencari tempat untuk berteduh, untungnya banyak lumbung2 padi dan tempat penumbukan padi yang bisa di pakai untuk kami berteduh. Sambil berteduh... kami melapisi tubuh dan pakaian kami dengan jas hujan yang memang sudah kami bawa, lalu kami juga merapihkan semua bawaan kami sehingga tidak kehujanan. Dengan berbekal semangat kembali, kami melanjutkan perjalanan menerjang hujan... jalanan sangat licin, sangat berbahaya... tapi kami pantang menyerah... kami tetap berjalan walau badan sudah merasa dingin terguyur air hujan selama perjalanan. Kami selalu dalam kebersamaan dan kompak, dimana kami merasa lelah, kami pun akan bersama-sama beristirahat, walau peserta akhirnya terpencar dan terbagi jadi beberapa kelompok, tapi kami tetap bersama dan yakin kami semua baik2 saja, padahal kami juga merasa kesulitan untuk komunikasi dengan peserta yang duluan atau yang dibelakang, maklum singnal tidak ada selama dalam perjalanan menuju ke Suku Badui dan juga kami kurang pengadaan, kami tidak menyiapkan alat komunikasi berupa HT, so... HP yang ada pun untuk sementara tidak berfungsi terkecuali INDOSAT, provider itu yang masih bisa memancarkan signalnya... cuma tidak semua member menggunakan provider tersebut, hanya ada beberapa orang aja sih, termasuk aku... ada deh, hehehe...

Tepat jam 17.15 kami tiba di Desa Barata - tujuan kami. Disana sudah ada beberapa peserta yang duluan tiba, sudah banyak juga peserta yang sudah menghangatkan tubuhnya dengan makan Pop Mie, Ngopi, minum teh panas yang mana air panasnya sudah disediakan oleh orang2 Badui yang rumahnya akan kami tempati. Aku juga Kinta (kebetulan Kinta putri pertamaku juga ikut dalam perjalanan ini), tidak mau kalah... ikut menghangatkan tubuh dengan membuat Pop Mie dan minum teh hangat... ach,,, mamamia... rasanya nikmat sekali, dimana tubuh sedang kedinginan karena kehujanan juga ditambah penatnya perjalanan, membuat kami merasa sangat hangat dan lelahpun berangsur-angsur hilang.
Kami masih berceloteh... bercerita selama perjalanan, dll. Kami juga membagikan oleh2 yang kami bawa untuk Suku Badui yang rumahnya akan kami tempati (5 rumah), kami juga saling berkenalan dengan pemilik rumah. Ach... bahagianya kami dalam kebersamaan, mereka orang2 yang lugu dan ramah .

Usai kami rehat, aku dan teman2 wanita lainnya menyiapkan makan malam. Kami bagi tugas, ada yang membuat bumbu sambal, ada yang bersih2 bahan2 makanan, sedang aku dan Kinta tugas menggoreng lauk pauk. Untuk memasak Nasi kami serahkan pada Ibu2 yang rumahnya kami tempati. Ach indahnya dalam kebersamaan... menjelang petang, kami juga turun ke sungai untuk membersihkan diri dan juga ambil air wudu untuk sholat Magrib dan sekaligus Isya.

Hujan masih juga belum reda. Usai sholat magrib, kami makan malam bersama... nikmatnya makan malam kami walau hanya dengan Sambal Terasi, Nuget, Ikan Asin. Mungkin karena laper dan suasana dingin karena hujan, kami benar2 menikmati makan malam kami yang juga sambil sedikit bergelap ria, karena sebagian rumah2 yang ada di sekitar desa itu semua tanpa menggunakan Lampu. Tapi ditempat kami ada beberapa yang menggunakan lampu templok yang sinarnya hanya samar saja, tapi kami juga bantu dengan sinar dari lampu senter kami.

Usai makan malam, kami hanya mengobrol masing2 dengan berkelompok di rumah2 yang saling berhadapan. Tadinya kami akan mengadakan api unggun dan juga acara2 menarik lainnya, tapi sayang karena hujan tidak juga reda maka, acara yang sudah kami rencanakan akhirnya batal total, jadi acara hanya dilakukan ditempat masing2, ada yang main Poker, ada yang tidur, ada juga yang ngobrol dengan warga setempat.

Aku mencoba tidur karena rasa capek di badan. Tapi sayangnya aku nga bisa tidur. Untungnya Kinta bisa tidur nyenyak mungkin karena saking capek nya.
karena nga bisa tidur, akhirnya aku juga bergabung main Poker bersama teman2 dirumah sebelah tempat para teman wanita menginap. Bosan main Poker, aku beranjak pindah ke rumah lainnya dimana ada diskusi tentang pembelajaran agama yang diberikan oleh temanku pada warga Badui tersebut. Kurang seru... aku beranjak pindah lagi ke rumah ke empat dimana disana ada diskusi dengan suku Badui tentang adat istiadat, kepercayaan, pernikahan, dll.

Bosan dan capek berdiskusi, aku mencoba tidur... tapi sayang, tempat tidur sudah ditempati orang lain, akhirnya aku ke rumah ke lima, dimana disana ada kamar kosong yang tidak di isi, karena teman2 lebih memilih tidur di teras rumah. Aku mengajak teman wanitaku dan teman lainnya yang masih belum bisa tidur untuk tidur gabung bersamaku.
Di kamar itupun aku masih belum bisa tidur... entah kenapa, mata rasanya nga ngantuk, tapi badan rasa pegal sekali walau sudah di pijati oleh teman2. Malam semakin larut, aku masih mendengar beberapa teman yang belum tidur, aku juga mendengar teman2ku dikamar sudah mulai tertidur, tapi aku masih belum juga bisa memejamkan mataku, sampai akhirnya temanku memberikan aku obat alergi untuk bisa aku tidur. Alhamdulillah... entah jam berapa akhirnya aku dapat tidur juga. Rasanya baru aku memejamkan mata dan terlelap, suara Kinta membangunkan aku untuk pergi ke sungai mengambil air wudu dan sholat subuh. Duh Tuhan... dengan mata masih sepat dan kepala serasa berat, aku bangun juga dari tidurku dan berjalan menuju sungai.

Usai sholat subuh, acara dilanjutkan dengan menyiapkan sarapan pagi untuk teman2. Seperti biasa kami saling membantu untuk menyiapkan sarapan pagi, ada yang makan Mie Instan, Pop Mie, Energen, Susu, ada juga yang minum teh hangat dan kopi, sambil menunggu sarapan pagi tersedia.
Tepat jam 5.30 kami semua sarapan pagi bersama walau hanya dengan Abon Sapi, Telur Asin, dan Ikan Asin, kami tetap menikmatinya. Usai sarapan pagi, acara dilanjut dengan tukar kado dari peserta. Acara lumayan seru... macam2 kado disediakan oleh peserta yang memang telah dibawa dan telah ditentukan oleh Inisiator seharga minimal Rp 10.000/kado/peserta.

Acara tukar kado usai, kami lanjut dengan acara foto bersama di depan rumah2 Badui dan kami juga lanjutkan dengan makan duren murah meriah per butir hanya Rp 7500 - 10.000,- Wow, rasa duren memang mantap banget... nga rugi deh harga segitu murah banget, aku juga membelinya untuk aku bawa pulang 3 butir dengan status sudah dikupas dan masuk box.

Tepat jam 7.00 kami melanjutkan acara Tracking lagi menuju Jembatan Akar, kali ini kami melakukan perjalanan dengan santai, tanpa membawa perlengkapan apapun, kami hanya memakai jas hujan karena hujan memang tidak pernah reda. Dalam perjalanan kami tetap bahagia walau hujan mengguyur tubuh kami, dengan yel - yel-an " Badui Trip... ENDAH", perjalanan terasa cepat dan aman sampai tiba di tujuan, tidak terasa capek walau jalan menikung, menanjak terus dan menurun.
Sempat foto juga bersama pemuda Badui nih... nga kalah gaya dia... Bisa pas banget lagi warna bajunya, hehe...

Subhanallah... Jembatan Akar kami masuki, begitu indahnya suasana disana dan begitu kokohnya jembatan tersebut. Kami tidak meninggalkan kesempatan untuk berfoto-foto ria di jembatan tersebut, setelahnya kami turun... dan beberapa teman mandi di sungai di bawah jembatan akar, aku pun nga ketinggalan ikutan juga mandi disana... kebetulan aku memang belum mandi sejak dari datang sampai pagi itu.... tapi tidak cuma aku sih... rata2 memang tidak ada yang mandi karena air sungai kotor dan jalan sangat licin menuju sungai. Kalaupun ada air pancoran dari sumber yang jernih, itu pun hanya keluar kecil dan antriannya panjang banget boo... walhasil pilih nga mandi deh tapi mandi cologne aja deh... yang penting tetap PD karena tetap harum walau tidak mandi, hehehe....

Waktu cepat bergulir, kami harus kembali ke camp karena harus melanjutkan perjalanan pulang, jangan sampai ketinggalan Kereta Api nih. Perjalanan terasa cepat karena memang kami melakukannya dengan ceria dan bahagia dalam kebersamaan, capek betul2 tidak kami rasakan. " Badui Trip.... ENDAH ", akhirnya kami tiba kembali di camp kami. Semua siap2 membereskan barang2 masing2, ada juga yang mandi lagi membersihkan diri dengan air pancoran yang jernih (termasuk aku). Semuanya beres.... Akhirnya kami juga berpamitan dengan warga Desa Barata - Badui Luar. Kami melanjutkan perjalanan menuju kembali Ciboleger, jam menunjukkan pukul 9.00 - Sabtu, 26 Desember 2009.

Perjalanan kami lakukan dengan kebahagiaan dan keceriaan... kelelahan terlihat pada diri kami masing2 terutama teman2 wanita... termasuk aku tapi kebahagiaan dan keceriaan kami menutupi itu semua. Tuhan,,, terima kasih atas karunia MU, dimana kami diberikan stamina yang baik selama perjalanan ini, Hingga tak terasa... beberapa desa telah kami lalui dan jam 12.00 kami telah tiba di Ciboleger. Kami langsung menuju Rumah Makan yang telah kami booking sebelumnya untuk makan siang. Sebagian peserta sudah makan, ada yang masih makan, ada juga yang tidak makan, sebagian juga ada yang sholat dzuhur, rehat dan membeli oleh2... semua dilakukan tanpa rasa lelah, malah aku lihat beberapa peserta sudah segar kembali karena sebagian ada juga yang mandi di kamar mandi umum yang ada di Ciboleger.

Usai semuanya, kami siap2 untuk kembali ke Rangkas Bitung. 2 mobil Elf yang kami sewa sudah datang dan kami pun menyiapkan diri untuk kembali pulang.
Perjalanan menuju Rangkas Bitung, terasa cepat tidak seperti saat keberangkatan, Apa mungkin karena kami lelah dan semua peserta tertidur di dalam mobil, sehingga perjalanan tidak terasa dan akhirnya jam 15.00 tiba di Stasiun Rangkas Bitung.

Kami masih sempat makan bakso di area Stasiun karena KA yang dari Jakarta menuju Merak akan datang baru jam 16.00 nanti. Kami juga masih sempat rehat di stasiun KA Rangkas Bitung, duduk2 sambil ngobrol masih dalam keceriaan, walau diantara kami juga ada yang merasa nga enak badan (sakit perut), ada juga yang tertidur dan ada juga yang berfoto ria.
Sebelum KA dari Jakarta menuju Merak tiba, ada kejadian lucu yang menimpa pada diri Aku, Kinta dan teman2 (terhalang KA menuju Jakarta), kejadian itu tidak akan pernah aku lupakan..., karena kejadian itu sangat membuat perut kami sakit karena tertawa lucu. Tuhan.... terima kasih, KAU berikan kami benar2 kebahagiaan dalam kelelahan.

KA dari Jakarta menuju Merak telah datang, kami memasuki nya dan berebutan mencari tempat duduk yang kosong diantara gerbong2 yang sudah penuh, sesak dengan penumpang dan pedagang asongan (maklum kami naik KA kelas ekonomi). Ini benar2 petualangan / perjalanan yang mengasyikkan dan yang pertama kali untuk aku (Coboy style), karena selama ini aku selalu melakukan perjalanan yang menyenangkan dan selalu lewat udara. Ach... rasanya asyik juga walau ada juga rasa sebal, mual, dsb karena aroma yang ada di dalam KA tersebut.
Perjalanan pulang menuju kota kami masing2, dilalui dengan kegembiraan dan keceriaan... celoteh, suara tertawa terdengar di gerbong kami. Rasa kantukpun hilang, kalaupun kami sempat tertidur hanya tidur ayam aja. Ach rasanya... ingin selalu bersama mereka, ceria dan bahagia... klo di kantor kan kami sudah sibuk masing-masing :).

Akhirnya kami tiba di kota Serang... senangnya, sebagian teman2 turun, kami saling melambaikan tangan dan say Good Byee.
Apa karena suasana di gerbong KA dah mulai sepi sehingga aku merasa badanku nga enak, perutku sakit sekali dan keringat dingin mengucur di tubuhku.
Aku nga kuat menahannya, sampai akhirnya terpaksa aku juga ke Toilet KA walau joroknya minta ampun. Sakit perut itu masih tetap aku rasakan walau aku sudah tiba di Cilegon bahkan di rumah, Aku bingung apa yang terjadi pada diriku,,,,??? mungkin kah karena aku makan duren pagi hari ? atau aku masuk angin ?
Aku panggil tukang urut langgananku... aku melihat seluruh pahaku memar biru semua, sampai tukang urut merasa bingung dengan apa yang terjadi pada tubuhku. Aku tetap di urut, tapi aku juga mundar mandir kamar mandi untuk buang2 air besar plus muntah2. Aduuhhh... Tuhan... apa yang terjadi padaku ? sampai tukang urut semakin bingung dan segera menyelesaikan tugasnya. Usai urut, aku langsung membersihkan badanku dan langsung aku juga naik ke tempat tidur... tubuhku menggigil, aku deman dan panas tinggi. Tuhan.... kenapa badanku jadi nga karuan, terutama perutku... rasanya seperti di peras2, melilit. Sakitnya minta ampun,,, aku sampai menangis dan tidur selalu aku kompres perutku dengan air panas dalam botol (Malam minggu penuh derita).
Hingga esok, keadaanku semakin buruk, rencana aku mau masuk kerja (lembur) aku batalkan, aku tidak tahan dengan keadaanku. Rupanya tidak hanya aku yang mengalami hal ini, beberapa temanku dan juga kinta mengalami hal yang sama,,, tapi aku merasa cukup parah. Aku tetap bertahan, pertolongan pertama aku lakukan atas anjuran temanku dimana aku dan kinta harus minum air kelapa hijau, katanya kami keracunan makanan.

3 butir kelapa hijau telah aku minum, Alhamdulillah aku memiliki teman plus tetanggaku yang baik yang selalu aku bisa minta bantuannya jika aku butuh. Dia juga yang mencarikan kelapa hijau untuk aku dan kinta. Thanks My friend... Thanks My neighbour.
Keadaanku masih belum membaik, akhirnya aku dan kinta check ke dokter yang ada di klinik 24 jam, aku diberi 7 macam obat untuk aku minum. Aku minum obat2 itu... hasilnya tetap saja aku masih diare dan muntah2. Kinta hanya diare aja. Yang aku nga tahan adalah perutku yang melilit dan serasa di peras2. Aku menangis jika hal itu datang... duh Tuhan... ampuni aku.

Senin pagi, aku istirahat total dirumah. Tapi keadaanku masih belum membaik... aku masih diare walau sudah tidak muntah2 lagi. Aku juga masih demam tinggi hingga Selasa pagi, aku merasa dehidrasi... aku sudah tidak tahan lagi dan tidak kuat menahan sakit diperutku... akhirnya aku meminta temanku plus tetanggaku tersebut mengantarkan aku ke Rumah Sakit KS.
Aku langsung masuk UGD, aku ditangani segera oleh dokter, aku langsung di infus... Tuhan... baru kali ini aku merasa kenal dengan jarum infus, aku benar2 tidak pernah membayangkan sebelumnya. Aku akhirnya rawat inap di Rumah Sakit KS, duh rasanya sedih sekali menjelang akhir tahun aku menghabiskannya di Rumah Sakit.

Penanganan dokter specialis tidak optimal sih, tapi karena perawatan suster yang baik2 dan juga karena jarum infus dan suntik2an obat2an yang diberikan suster padaku... aku merasa badanku dah mulai membaik. Menginap semalam di Rumah Sakit, badanku sudah semangkin membaik ditambah lagi teman2 kantor, teman2 main & teman2 senam, juga para tetanggaku yang datang membesuk aku, membuat aku semakin lebih baik, terutama kedua putriku yang selalu juga menjaga ku dan merawatku. Alhamdulillah Kinta sudah sembuh dan tidak separah aku, sehingga dia juga bisa menemani adiknya Gita menjaga aku di Rumah Sakit.
Thanks anak2 mama tercinta... Mama sayang kalian. Thanks for All, yang sudah membuat aku semakin membaik.

Cukup dua hari saja aku di Rumah Sakit, aku sudah nga betah dan ingin segera pulang. Kebetulan temanku yang dirawat lebih awal sudah juga pulang, dan aku entah kenapa infusan ku yang ke 3 sudah tidak mau lagi masuk ke tubuhku, tanganku selalu berdarah mungkin karena aku sering gerak dan tidak terbiasa dengan infusan, sehingga tanganku berdarah dan infusan membeku tidak bisa masuk ke tubuhku. Itu aku jadikan alasan pada dokter specialist yang visit ke aku dengan mengatakan klo aku sudah sehat dan jarum infusan juga sudah suster cabut. Akhirnya aku di ijinkan pulang oleh dokter. Horeee,,,, akhirnya aku pulang dan meninggalkan Rumah Sakit, kebetulan para tetanggaku membesuk aku sekaligus menjemput aku jadinya :). Thanks for all ya... Semoga amal baik kalian semua dibalas oleh Allah SWT, amiiin...

Malam Tahun Baru, akhirnya aku merayakan dirumah walau sendiri... karena Kinta, Gita juga Siti pembantuku ada acara dengan teman2nya, so aku hanya menikmati Malam Tahun Baru dirumah sendiri, nonton tv and online... tapi sempat baca Yassin, baca surat akhir dan awal tahun juga loh... Semoga Keberkahan dan Lindungan NYA selalu mengiringi langkahku dan putri2ku, amiiin...

Hari2 setelah keluar dari Rumah Sakit, aku pakai untuk istirahat total dirumah, walau kebosanan datang juga sih, rasanya ingin keluar rumah menghirup udara di luar sana, hal ini akhirnya aku lakukan hari Sabtu dan Minggu 02 & 03 Januari 2010, aku keluar rumah untuk jalan2 ke mall, makan Pizza Hut dan shooping bersama kedua putriku, adikku dan teman plus tetanggaku yang ku ajak pula... Duh serasa nikmatnya... walau masih terasa juga sih kalau badanku masih lemas juga.

Senin s/d Rabu, aku sudah mulai beraktifitas kembali di kantor... sayangnya Kamis dan Jumat aku cuti lagi untuk check kesehatanku kembali ke dokter dan istirahat lagi dirumah. Sabtu dan Minggu aku pakai untuk memanjakan diri di Salon dan istirahat dirumah, plus ada pengajian rutin bulanan kantorku di rumahku. Alhamdulillah... semua berjalan dengan lancar walau ada sedikit kekecewaan, kecelakaan kecil jatuh dari motor dan kelelahan. Semua ini cobaan dari NYA untuk aku belajar mawas diri dan belajar sabar.... Thanks Allah, semoga tidak KAU berikan cobaan besar untukku, amiin...

Senin, 11 januari 2010. Aku sudah benar2 mulai aktifitas kembali di kantorku... I'm back !!
Semoga kesehatan selalu bersamaku dan semoga Tahun 2010 ini membawa Keberkahan untuk kehidupanku dimasa depan dan Semoga akan lebih baik dari tahun kemarin, amiin...

Temans.
SELAMAT TAHUN BARU 2010
May Allah bless us and Good Luck !!!

Sabtu, 12 Desember 2009

Suku Badui Di Pedalaman Banten

Orang kanekes atau disebut juga Baduy, adalah suatu kelompok masyarakat dengan Adat sunda yang berlokasi di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Awal mula sebutan baduy tersebut adalah sebutan yang diberikan oleh penduduk luar, yang berawal dari peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang nomaden (berpindah-pindah). Selain itu sebutan Baduy juga mungkin karena adanya sungai Baduy dan Gunung Baduy yang terdapat di wilayah utara. Namun suku Baduy sendiri lebih senang disebut dengan orang “kanekes”. Sesuai dengan nama wilayah mereka atau sesuai dengan kampung mereka.

Wilayah kanekes bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Tidak heran bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda dialek Sunda-Banten. Namun mereka juga lancar menggunakan Bahasa Indonesia ketika berdialog dengan penduduk luar.


Suku Baduy sendiri terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam. Yaitu kelompok Baduy yang paling ketat mengikuti adat mereka. Terdapat tiga kampung pada kelompok Baduy dalam yaitu: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas orang Baduy Dalam adalah mereka mengenakan pakaian yang berwarna putih alami dan biru tua serta mengenakan ikat kepala putih. Kelompok yang kedua adalah Baduy Luar atau dikenal sebagai kelompok masyarakat panamping. Yang berciri mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Dan tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Lain halnya kelompok ketiga disebut dengan Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes tidak seperti Baduy Dalam dan Luar. dan saat ini hanya 2 kampung yang tersisa yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).

Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh” ( kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan apapun.


Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya mengunjungi lokasi tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu lumping yang dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu juga sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan terjadi kegagalan pada panen.


Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger

Jumat, 11 Desember 2009

SUKU BADUI (Banten)

Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).


Wilayah

Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LU dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.


Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.


Asal-usul

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai ‘Tatar Sunda’ yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Baduy sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-oraang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala’ (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau ‘Sunda Asli’ atau Sunda Wiwitan (wiwitann=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.


Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:

Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.

Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.


Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.

Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.


Kelompok-kelompok dalam masyarakat Kanekes

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka “Baduy Dangka” tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).


Mata pencaharian

Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.